Jumat, 07 Maret 2014

Russia, Ukraine, and Indonesia's Position

Seharusnya blog saya ini saya isi dengan karya-karya saya yang memang bersifat kesenian, seperti gambar-gambar atau puisi dsb. Tetapi berkaitan hal ini, yang mana hal ini sangat sangat penting untuk saya ulas dan saya utarakan kepada anda semua memang berada di luar ranah seni. Namun, bisa juga uraian uraian berupa analisis pribadi dan pentautan logika secara pribadi tersebut dinamakan The Art of Mind, atau kesenian dalam berpikir. Sehingga hasil daripada kesenian berpikir tersebut merupakan juga sebuah karya seseorang, dan layak untuk di unggah ke dalam blok yang mengutamakan karya-karya ini. Sebagai posting pertama di tahun ini, saya akan mulai dengan sebuah analisa tentang situasi yang kalut di Ukraina yang mana Russia sedang berupaya untuk mencaplok wilayah Crimea yang berada di dalam wilayah Ukraina, dan sebagai warga Indonesia saya juga akan menganalisis tentang bagaimana seharusnya Indonesia bersikap terhadap masalah ini.

Menurut analisa saya ...

Ukraina merupakan negara yang berdaulat sebagaimana halnya dengan Russia. Kedaulatan dalam hal ini meliputi pula soal batas wilayah. Kedaulatan sebuah negara adalah mutlak, dan mengenai batas-batas wilayah tersebut mutlak merupakan kekuasaan daripada negara pemiliknya dan tidak bisa diganggu-ganggu. Russia dalam hal ini tidak memiliki hak sekecil pun untuk mengambil wilayah Crimea di Ukraina, karena itu melanggar kedaulatan negara lain. Juga, pada tanggal 6 Mei 1992 parlemen di Crimea yang merupakan daerah berotonomi khusus itu menambahkan sebuah kalimat yang menyatakan bahwa Crimea merupakan bagian dari Ukraina di dalam konstitusi mereka yang baru mereka tetapkan sehari sebelumnya. Melihat dari kacamata sejarah, sesungguhnya wilayah Crimea adalah sah milik Ukraina dan Ukraina berdaulat atas wilayah tersebut. Sehingga, Russia tidak berhak untuk mengambil alih wilayah tersebut.

Walaupun akar dari permasalahan ini adalah karena upaya pemerintah Ukraina menghapus semua bahasa selain Bahasa Ukraina, dan penduduk Crimea yang 58,32% merupakan etnis Russia itu tidak mau menerima keputusan tersebut, Russia tetap tidak ada hak untuk mengambil alih wilayah tersebut. Dilihat dari sudut pandang ini, Ukraina berhak melakukan hal tersebut karena toh mereka masih menggunakan bahasa Ukraina yang memang berfungsi sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan sejak berdirinya. Dasar daripada penerapan peraturan itu adalah supaya masyarakat di Ukraina tidak lagi terpisah-pisah melainkan bersatu padu menjadi satu keluarga di dalam negara Ukraina. Itu merupakan hak dari Pemerintah Ukraina untuk menggalakkan persatuan dan kesatuan negaranya, dan kalau rakyat disana tidak bisa menerima hal tersebut dan malah meminta Russia segera mengambil alih Crimea itu merupakan tindakan yang ngasal dan inkonstitusional. Masyarakat Crimea yang juga merupakan bagian dari Ukraina, dengan angka Human Development Index yang tinggi (berada di angka 0,7) diyakini telah cukup maju dan tergolong cukup cerdas. Masyarakat dengan kriteria seperti itu, tidak mungkin kalau tidak bisa mempelajari bahasa Ukraina yang bentuknya hampir sama dengan bahasa Russia. Orang Indonesia yang berada di Irian Barat saja pada waktu itu, dengan angka HDI nasional yang lebih rendah daripada Ukraina mampu mempelajari Bahasa Indonesia walaupun hanya seberapa dan masih didominasi oleh penggunaan bahasa daerah mereka. Seharusnya masyarakat Crimea ber etnis Russia yang tidak bisa berbahasa Ukraina itu malu kepada kita yang bisa menerapkan itu, padahal sesungguhnya mereka jauh lebih mampu menguasai bahasa Ukraina yang lebih mudah dipelajari karena punya banyak kemiripan dengan bahasa Russia. Tidak hanya malu, seharusnya mereka terdorong untuk menerapkan hal tersebut, berusaha mempelajari bahasa Ukraina. Keputusan pemerintah Ukraina untuk melegalkan penggunaan satu bahasa nasional ini memang mendapat tentangan banyak pihak karena tidak mempedulikan bahasa minoritas, tetapi sesungguhnya penerapan keputusan ini baik untuk kemudahan komunikasi dalam suatu negara. Masyarakat di sana harus punya rasa memiliki terhadap tanah air nya, tempat di mana mereka tinggal secara konstitusional. Hak Ukraina atas wilayah itu lebih besar daripada Russia, dan sekarang kekuasaan Russia di wilayah itu lebih besar daripada Ukraina. Dulunya, tidak bisa dipungkiri juga kalau Russia memang punya jatah atas wilayah tersebut dengan penempatan kekuatan militernya secara wajar di sana. Tetapi eskalasi kekuatan militer Russia di wilayah itu yang sudah melewati angka yang sudah ditetapkan dengan perjanjian terdahulu telah membuat Russia melakukan pelanggaran atas perjanjian yang mereka buat sendiri. Russia telah melanggar asas pacta sunt servanda, yang mana asas itu berarti bahwa setiap negara yang mengadakan perjanjian harus mematuhi kesepakatan mereka itu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari sudut pandang manapun, Russia tidak berhak atas wilayah Crimea.

Lantas bagaimanakah seharusnya posisi Indonesia sebagai warga dunia dalam menyikapi masalah ini? Kita bisa lihat, Ukraina membutuhkan dukungan internasional untuk melindungi dan menjaga kedaulatannya di Crimea yang sedang terkoyak oleh karena upaya Russia mencaplok wilayah tersebut. Dan Indonesia juga pernah mengalami masalah serupa, diantaranya soal Irian Barat. Irian Barat merupakan bekas jajahan Belanda (Dutch East Indies), dan menurut perjanjian-perjanjian adalah bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh bekas Hindia Belanda termasuk diantaranya adalah Irian Barat. Tetapi, Belanda masih saja menganggap bahwa Irian Barat bukan untuk Indonesia sehingga Indonesia mencari bantuan internasional termasuk dari Amerika Serikat dan Uni Soviet pada waktu itu supaya Irian Barat dapat menjadi bagian dari Indonesia. Dukungan negara-negara Non-Blok dan negara-negara adidaya pada masa itu membuat Irian Barat berhasil menjadi wilayah dari Republik Indonesia. Nah, berkaca dari pengalaman ini, Indonesia sudah seharusnya mendukung Ukraina. Indonesia dan Ukraina mengalami persamaan nasib, sama-sama membutuhkan dukungan internasional dalam hal mempertahankan kedaulatannya secara sah di wilayah yang juga secara sah dimiliki oleh Indonesia dan Ukraina. Indonesia tidak seharusnya bersikap netral, karena soal kedaulatan adalah soal yang hakiki yang secara praktis membuat Russia salah secara keseluruhan. Yang perlu dilakukan Indonesia adalah memperjuangkan Ukraina dalam forum-forum internasional dan dalam diplomasi. Indonesia tidak perlu ikut-ikutan mengirim pasukan dan segala macamnya karena tindakan seperti itu terlalu jauh, cukup dengan melalui diplomasi-diplomasi sudah menunjukkan rasa empati kita kepada negara sahabat (walaupun Russia juga sahabat kita, tetapi di sini Russia salah dan harus ditegur. Kita sebagai sahabat yang baik harusnya tidak menjerumuskan dengan mendukung tindakan Russia itu melainkan mengkoreksi dan menyarankan tindakan yang seharusnya). Dan tindakan kita jikalau kita tegas mendukung Ukraina ini juga banyak didukung oleh negara-negara lainnya, karena mereka tahu bahwa masalah kedaulatan negara adalah masalah yang esensial dan harus diperjuangkan. Ukraina butuh bantuan dan kita harus bantu, Russia melakukan kesalahan dan kita harus mengkoreksi karena keduanya adalah sahabat kita. Kita dukung Ukraina, dan kita tegur Russia. Kalau saya yang memimpin negara ini, saya akan melakukan hal-hal sebagaimana tercantum diatas, dan kalau ada hal-hal dalam negeri yang lebih penting setidaknya saya agendakan dulu hal-hal yang tercantum diatas itu karena hal-hal itu juga penting bagi saya.

Demikianlah analisa saya ini, tulisan-tulisan ini murni merupakan analisa pribadi saya terhadap sebuah masalah yang saya anggap krusial. Saya harap ketika ada yang membaca tulisan ini lantas tergerak hati nuraninya untuk melakukan sesuatu terkait masalah ini. Saya juga berharap semoga Indonesia yang kita cintai ini bisa turut andil dalam menyelesaikan konflik ini, apalagi kalau Indonesia memiliki andil yang dominan dalam upaya penyelesaian sengketa ini karena tentu akan menjadi prestasi Indonesia dalam hal berdiplomasi dan dalam pergaulan internasional. Sekian, Terimakasih dan Berkah Dalem.

Bernardino Rakha AB
President Commisssioner of Kumpulan Karya-Karyaku.

0 komentar:

Posting Komentar